Membahas tentang manusia berarti membahas tentang kehidupan sosialdan budayanya, tentang tatanan nilai-nilai, peradaban, kebudayaan, lingkungan, sumber alam, dan segala aspek yang menyangkut manusia dan lingkungannya secara menyeluruh.
Manusia adalah mahluk hidup ciptaan tuhan dengan segala fungsi dan potensinya yang tunduk kepada aturan hukum alam, mengalami kelahiran, pertumbuhan ,perkembangan, dan mati, dan seterusnya, serta terkait serta berinteraksi dengan alam dan lingkungannya dalam sebuah hubungan timbal balik baik itu positis maupun negatif.
Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda menurut biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai homo sapiens (bahasa latin untuk manusia)sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi.
Manusia juga sebagai mahkluk individu memiliki pemikiran-pemikiran tentang apa yang menurutnya sesuai ketika tindakan-tindakan yang ia ambil. dan sebagai makhluk sosial yang saling berhubungan dan keterkaitannya dengan lingkungan dan tempat tinggalnya.
Menurut Veitch & Arkkelin (1995) stress dicirikan sebagai proses yang membuka pikiran kita, sehingga kita akan ketemu dengan sensor,menjadi sadar akan bahaya,memobilisasi usaha kita untuk mengatasinya, mendorong untuk melawannya, serta yang membuat kiata berhasil atau gagal dalam beradaptasi. Proses ini akan mengikuti suatu alur yang logis seperti pada gambar 3.7. ketika suatu sensor kita evaluasi, kita seleksi stategi-stategi untuk mengatasinya kita lakukan “pergerakan-pergerakan “ tubuh secara fisiologis dan psikologi untuk melawan stressor,dan lalu mengatasinya dengan suatu tindakan.jika coping berhavior (perlakuan penyesuaian diri) ini berhasil, maka adaptasi akan meningkat dan pengaruh stress menghilangkan. Sementara jika coping berhavior gagal, maka stress akan menerus, pembangkitan fisik dan fisiologis tidak dapat dihindari sehingga penyakit fisik akan menyerang.
Ketika tidak mengalami stress, individu umumnya menggunakan banyak waktunya untuk mencapai keseimbangan dengan lingkungannya. Dalam keadaan seperti itu, ada waktu-waktu tertentu dimana kita sebenarnya justru mengalami stress. Bahkan suatu stress terkadang tidak terkait dengan masalah ketidakseimbangan (disekuilibrium). Ada waktu-waktu tertentu, dimana lingkungan menyajikan tantangan yang terlalu besar atau individu dapat menghilangkannya dengan kemampuan coping behavior. Di lain pihak, individu juga dapat mengalami keduanya. Pada kondisi inilah terjadi disekuilibrium, yang tergantung dari proses-proses fisik, psikologis, dan fisiologis.
Sumber:
Prabowo, H. 1998. Pengantar Psikologi Lingkungan. Seri Diktat Kuliah. Jakarta: Penerbit Gunadarma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar