Minggu, 13 Februari 2011

Lingkungan Hidup Mempengaruhi Karakteristik Individu

BAB I
PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang
Sikap dan perilaku seseorang terhadap sesuatu sangat ditentukan oleh bagaimana pandangan seseorang terhadap sesuatu itu. Hal tersebut berlaku untuk banyak hal, termasuk untuk hubungan manusia dengan alam lingkungannya. Manusia memiliki pandangan tertentu dengan alam, dimana pandangan itu telah menjadi landasan bagi tindakan dan prilaku manusia terhadap alam.
Alam yang indah dan lestari merupakan jaminan bagi kelangsungan hidup manusia dan segala lapisan yang ada didalamnya. Untuk menjamin kelangsungan hidup kita dan generasi mendatang diharapkan agar tetap memiliki kehidupan dan lingkungan dalam suasana yang baik dan menyenangkan, banyak hal yang dilakukan untuk menjamin kelangsungan hidup alam semesta, setidanya kita harus bisa merubah sikap dalam memandang dan memperlakukan alam sebagai hal bukan sebagai sumber kekayaan yang siap dieksplotasi kapan dan dimana saja.
Walaupun lama tidak memiliki keinginan dan kemampuan aktif-eksplotatif terhadap manusia, perlahan tapi pasti, apa yang terjadi pada alam, langsung atau tidak langsung, akan terasa pengaruhnya bagi kehidupan manusia. Lingkungan yanh indah dan lestari akan membawa pengaruh yang positif bagi kesehatan bahkan keselamatan manusia. Begitupun sebaliknya, lingkungan yang rusak akan terancam punah, akan membawa pengaruh buruk bagi kehidupan manusia.
Mengenai pengelolaan lingkungan yang benar, diperlukan wawasan mengenai pembangunan sisi ekologi untuk pembangunan berkelanjutan. Manusia indonesia dianjurkan berhenti menyakiti alam atau perusakan lingkungan hidup lainnya.
Pemahaman yang semakin baik dan mendasar tentang alam akan sangat membantu manusia menyadari kewajiban dan tanggung jawabnya bagi pelestarian lingkungan hidupnya sendiri.
Sikap terhadap lingkungan merupakan sikap yang secara langsung atau tidak langsung, sadar atau tidak sadar, diarahkan pada diri sendiri dan umat manusia seluruhnya.
Manusia tidak hanya menerima pengaruh dari lingkungannya, tetapi juga berperan memberikan pengaruh yang semakin lama semakin besar terhadap alam. Kehadiran manusia di bumi ini semakin memperkaya proses dinamis bumi yang sudah berlangsung sejak awal keberadaanya.

B.                 Pertanyaan Penelitian
1.      Bagaimana gambaran dari hubungan faktor lingkungan dan karakteristik individu?
2.      Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi karakteristik individu?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.                Lingkungan Hidup
1.      Pengertian Lingkungan Hidup
Dalam ruang lingkup psikologi lingkungan, jenis-jenis lingkungan dibagi menjadi 4 (Sarwono,1992) yaitu:
  1. Lingkungan alamiah
  2. Lingkungan buatan
  3. Lingkungan social
  4. Lingkungan yang dimodifikasi
Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya. Baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Kita bernapas memerlukan udara dari lingkungan sekitar. Kita makan, minum, menjaga kesehatan, semuanya memerlukan lingkungan.
Pengertian lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung. Lingkungan bisa dibedakan menjadi lingkungan biotik dan abiotik. Jika kalian berada di sekolah, lingkungan biotiknya berupa teman-teman sekolah, bapak ibu guru serta karyawan, dan semua orang yang ada di sekolah, juga berbagai jenis tumbuhan yang ada di kebun sekolah serta hewan-hewan yang ada di sekitarnya. Adapun lingkungan abiotik berupa udara, meja kursi, papan tulis, gedung sekolah, dan berbagai macam benda mati yang ada di sekitar.
Seringkali lingkungan yang terdiri dari sesama manusia disebut juga sebagai lingkungan sosial. Lingkungan sosial inilah yang membentuk sistem pergaulan yang besar peranannya dalam membentuk kepribadian seseorang.
Lingkungan hidup dapat didefinisikan sebagai:
a.       Daerah di mana sesuatu mahluk hidup berada.
b.      Keadaan/kondisi yang melingkupi suatu mahluk hidup.
c.       Keseluruhan keadaan yang meliputi suatu mahluk hidup atau sekumpulan mahluk hidup, terutama:
1.      Kombinasi dari berbagai kondisi fisik di luar mahluk hidup yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan kemampuan mahluk hidup untuk bertahan hidup.
2.      Gabungan dari kondisi sosial and budaya yang berpengaruh pada keadaan suatu individu mahluk hidup atau suatu perkumpulan/komunitas mahluk hidup.
Istilah lingkungan dan lingkungan hidup atau lingkungan hidup manusia seringkali digunakan silih berganti dalam pengertian yang sama.
Adapun berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Unsur-unsur lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a.       Unsur Hayati (Biotik)
Unsur hayati (biotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari makhluk hidup, seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan jasad renik. Jika kalian berada di kebun sekolah, maka lingkungan hayatinya didominasi oleh tumbuhan. Tetapi jika berada di dalam kelas, maka lingkungan hayati yang dominan adalah teman-teman atau sesama manusia.
b.      Unsur Sosial Budaya
Unsur sosial budaya, yaitu lingkungan sosial dan budaya yang dibuat manusia yang merupakan sistem nilai, gagasan, dan keyakinan dalam perilaku sebagai makhluk sosial. Kehidupan masyarakat dapat mencapai keteraturan berkat adanya sistem nilai dan norma yang diakui dan ditaati oleh segenap anggota masyarakat.
c.       Unsur Fisik (Abiotik)
Unsur fisik (abiotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari benda-benda tidak hidup, seperti tanah, air, udara, iklim, dan lain-lain. Keberadaan lingkungan fisik sangat besar peranannya bagi kelangsungan hidup segenap kehidupan di bumi. Bayangkan, apa yang terjadi jika air tak ada lagi di muka bumi atau udara yang dipenuhi asap? Tentu saja kehidupan di muka bumi tidak akan berlangsung secara wajar. Akan terjadi bencana kekeringan, banyak hewan dan tumbuhan mati, perubahan musim yang tidak teratur, munculnya berbagai penyakit, dan lain-lain.
2.      Kerusakan Lingkungan Hidup
Berdasarkan faktor penyebabnya, bentuk kerusakan lingkungan hidup dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
a.       Bentuk Kerusakan Lingkungan Hidup Akibat Peristiwa Alam
Berbagai bentuk bencana alam yang akhir-akhir ini banyak melanda Indonesia telah menimbulkan dampak rusaknya lingkungan hidup. Dahsyatnya gelombang tsunami yang memporak-porandakan bumi Serambi Mekah dan Nias, serta gempa 5 skala Ritcher yang meratakan kawasan DIY dan sekitarnya, merupakan contoh fenomena alam yang dalam sekejap mampu merubah bentuk muka bumi.
Peristiwa alam lainnya yang berdampak pada kerusakan lingkungan hidup antara lain:
1.      Letusan gunung berapi
Letusan gunung berapi terjadi karena aktivitas magma di perut bumi yang menimbulkan tekanan kuat keluar melalui puncak gunung berapi.
Bahaya yang ditimbulkan oleh letusan gunung berapi antara lain berupa:
a.       Hujan abu vulkanik, menyebabkan gangguan pernafasan.
b.      Lava panas, merusak, dan mematikan apa pun yang dilalui.
c.       Awan panas, dapat mematikan makhluk hidup yang dilalui.
d.      Gas yang mengandung racun.
e.       Material padat (batuan, kerikil, pasir), dapat menimpa perumahan, dan lain-lain.
2.      Gempa bumi
Gempa bumi adalah getaran kulit bumi yang bisa disebabkan karena beberapa hal, di antaranya kegiatan magma (aktivitas gunung berapi), terjadinya tanah turun, maupun karena gerakan lempeng di dasar samudra. Manusia dapat mengukur berapa intensitas gempa, namun manusia sama sekali tidak dapat memprediksikan kapan terjadinya gempa.
Oleh karena itu, bahaya yang ditimbulkan oleh gempa lebih dahsyat dibandingkan dengan letusan gunung berapi. Pada saat gempa berlangsung terjadi beberapa peristiwa sebagai akibat langsung maupun tidak langsung, di antaranya:
a.       Berbagai bangunan roboh.
b.      Tanah di permukaan bumi merekah, jalan menjadi putus.
c.       Tanah longsor akibat guncangan.
d.      Terjadi banjir, akibat rusaknya tanggul.
e.       Gempa yang terjadi di dasar laut dapat menyebabkan tsunami (gelombang pasang).
3.      Angin topan
Angin topan terjadi akibat aliran udara dari kawasan yang bertekanan tinggi menuju ke kawasan bertekanan rendah.
Perbedaan tekanan udara ini terjadi karena perbedaan suhu udara yang mencolok. Serangan angin topan bagi negara-negara di kawasan Samudra Pasifik dan Atlantik merupakan hal yang biasa terjadi. Bagi wilayah-wilayah di kawasan California, Texas, sampai di kawasan Asia seperti Korea dan Taiwan, bahaya angin topan merupakan bencana musiman. Tetapi bagi Indonesia baru dirasakan di pertengahan tahun 2007. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan iklim di Indonesia yang tak lain disebabkan oleh adanya gejala pemanasan global.
Bahaya angin topan bisa diprediksi melalui foto satelit yang menggambarkan keadaan atmosfer bumi, termasuk gambar terbentuknya angin topan, arah, dan kecepatannya. Serangan angin topan (puting beliung) dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dalam bentuk:
a.       Merobohkan bangunan.
b.      Rusaknya areal pertanian dan perkebunan.
c.       Membahayakan penerbangan.
d.      Menimbulkan ombak besar yang dapat menenggelamkan kapal.
b.      Kerusakan Lingkungan Hidup karena Faktor Manusia
Manusia sebagai penguasa lingkungan hidup di bumi berperan besar dalam menentukan kelestarian lingkungan hidup. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berakal budi mampu merubah wajah dunia dari pola kehidupan sederhana sampai ke bentuk kehidupan modern seperti sekarang ini. Namun sayang, seringkali apa yang dilakukan manusia tidak diimbangi dengan pemikiran akan masa depan kehidupan generasi berikutnya. Banyak kemajuan yang diraih oleh manusia membawa dampak buruk terhadap kelangsungan lingkungan hidup.
Beberapa bentuk kerusakan lingkungan hidup karena faktor manusia, antara lain:
1.      Terjadinya pencemaran (pencemaran udara, air, tanah, dan suara) sebagai dampak adanya kawasan industri.
2.      Terjadinya banjir, sebagai dampak buruknya drainase atau sistem pembuangan air dan kesalahan dalam menjaga daerah aliran sungai dan dampak pengrusakan hutan.
3.      Terjadinya tanah longsor, sebagai dampak langsung dari rusaknya hutan.
Beberapa ulah manusia yang baik secara langsung maupun tidak langsung membawa dampak pada kerusakan lingkungan hidup antara lain:
a.       Penebangan hutan secara liar (penggundulan hutan).
b.      Perburuan liar.
c.       Merusak hutan bakau.
d.      Penimbunan rawa-rawa untuk pemukiman.
e.       Pembuangan sampah di sembarang tempat.
f.       Bangunan liar di daerah aliran sungai (DAS).
g.      Pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan di luar batas.

 B. Karakteristik Individu
1.      Pengertian Individu
Manusia adalah mahluk yang dapat dipandang dari berbagai sudut pandang . sejak ratusan tahun sebelum Isa, manusia telah menjadi obyek filsafat, baik obyek formal yang mempersoalkan hakikat manusia maupun obyek material yang mempersoalkan manusia sebagai apa adanya manusia dengan berbagai kondisinya. Sebagaimana dikenal adanya manusia sebagai mahluk yang berpikir atau homo sapiens, mahluk yang berbuat atau homo faber, mahluk yang dapat dididik atau homo educandum dan seterusnya.
Dalam kamus Echols & Shadaly (1975), individu adalah kata benda dari individual yang berarti orang, perseorangan, dan oknum. Berdasarkan pengertian di atas dapat dibentuk suatu lingkungan untuk anak yang dapat merangsang perkembangan potensi-potensi yang dimilikinya dan akan membawaperubahan-perubahan apa saja yang diinginkan dalam kebiasaan dan sikap-sikapnya.
Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan. . pada awal kehidupannya bagi seorang bayi mementingkan kebutuhan jasmaninya, ia belum peduli dengan apa saja yang terjadi diluar dirinya. Ia sudah senang bila kebutuhan fisiknya sudah terpenuhi. Dalam perkembangan selanjutnya maka ia akan mulai mengenal lingkungannya, membutuhkan alat komunikasi (bahasa), membutuhkan teman, keamanan dan seterusnya. Semakin besar anak tersebut semakin banyak kebutuhan non fisik atau psikologis yang dibutuhkannya.
2.      Karakteristik Individu
Setiap individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik yang memperoleh dari pengaruh lingkungan. Karakteristik bawaan merupakan karakteristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis.
Natur dan nature merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan karakteristik-karakteristik individu dalam hal fisik, mental, dan emosional pada setiap tingkat perkembangan. Seorang bayi yang baru lahir merupakan hasil dari dua garis keluarga, yaitu garis keturunan ayah dan garis keturunan ibu. Sejak terjadinya pembuahan atau konsepsi kehidupan yang baru, maka secara berkesinambungan dipengaruhi oelh bermacam-macam faktor lingkungan yang merangsang.
3.      Perbedaan Individu
Dalam aspek perkembangan individu, dikenal ada dua fakta yang menonjol, yaitu semua diri manusia mempunyai unsur-unsur kesamaan didalam pola perkembangannya, dan di dalam pola yang bersifat umum dari apa yang membentuk warisan manusia, secara biologis dan sosial, tiap-tiap individu mempunyai kecenderungan berbeda.
Makna “perbedaan” dan “perbedaan individual” menurut Lindgren (1980) menyangkut variasi yang terjadi, baik variasi pada aspek fisik maupun psikologis.
Adapun bidang-bidang dari perbedaannya yakni:
a.       Perbedaan kognitif
Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Setiap orang memiliki persepsi tentang hasil pengamatan atau penyerapan atas suatu obyek. Berarti ia menguasai segala sesuatu yang diketahui, dalam arti pada dirinya terbentuk suatu persepsi, dan pengetahuan itu diorganisasikan secara sistematik untuk menjadi miliknya.
b.      Perbedaan kecakapan bahasa
Bahasa merupakan salah satu kemampuan individu yang sangat penting dalam kehidupan. Kemampuan tiap individu dalam berbahasa berbeda-beda. Kemampuan berbahasa merupakan kemampuan seseorang untuk menyatakan buah pikirannya dalam bentuk ungkapan kata dan kalimat yang penuh makna, logis dan sistematis. Kemampuan berbaha sangat dipengaruhi oleh faktor kecerdasan dan faktor lingkungan serta faktor fisik (organ bicara).
c.       Perbedaan kecakapan motorik
Kecakapan motorik atau kemampuan psiko-motorik merupakan kemampuan untuk melakukan koordinasi gerakan syarat motorik yang dilakukan oleh syaraf pusat untuk melakukan kegiatan.
d.      Perbedaan Latar Belakang
Perbedaaan latar belakang dan pengalaman mereka masing-masing dapat memperlancar atau menghambat prestasinya, terlepas dari potensi individu untuk menguasai bahan.
e.       Perbedaan bakat
Bakat merupakan kemampuan khusus yang dibawa sejak lahir. Kemampuan tersebut akan berkembang dengan baik apabila mendapatkan rangsangan dan pemupukan secara tepat sebaliknya bakat tidak berkembang sama, manakala lingkungan tidak memberi kesempatan untuk berkembang, dalam arti tidak ada rangsangan dan pemupukan yang menyentuhnya.
f.       Perbedaan kesiapan belajar
Perbedaan latar belakang, yang mliputi perbedaan sisio-ekonomi sosio cultural, amat penting artinya bagi perkembangan anak. Akibatnya anak-anak pada umur yang sama tidak selalu berada pada tingkat kesiapan yang sama dalam menerima pengaruh dari luar yang lebih luas

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian




Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan bentuk studi kasus yang bermaksud mendeskripsikan hasil penelitian dan berusaha menemukan gambaran menyeluruh mengenai suatu keadaan.
Istilah penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller dalam moleong (2004) tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang – orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.
Teknik pengambilan data kualitatif pada dasarnya bersifat tentatif karena penggunaannya ditentukan oleh konteks permasalahaan dan gambaran data yang ingin diperoleh (Maryaeni, 2005).
Dari pendapat di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa pendekatan kualitatif merupakan metode penelitian yang berusaha untuk mendeskripsikan dan memberikan gambaran melalui pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.
Menurut Moleong (dalam Poerwandari, 2000) studi kasus adalah studi yang berusaha memahami isu-isu yang rumit atau objek yang dapat memperluas pengalaman atau menambah kekuatan terhadap apa yang telah dikenal melalui hasil penelitian yang lalu. Menurut Poerwandari (2005) studi kasus dapat dibedakan dalam beberapa tipe:
  1. Studi kasus intrinsik
Penelitian yang dilakukan karena adanya ketertarikan dan berusaha untuk memahami secara utuh kasus tersebut, tanpa harus dimaksudkan untuk menghasilkan konsep-konsep atau teori ataupun tanpa upaya menggeneralisasikan.
  1. Studi kasus Instumental
Penelitian yang dilakukan pada suatu kasus yang unik dan dimaksudkan untuk memahami isu dengan lebih baik, kemudian mengembangkannya dan memperhalus teori.
  1. Studi kasus kolektif
Merupakan suatu perluasan dari studi kasus instrumental sehingga dapat mencakup beberapa kasus. Tujuannya dalah untuk mempelajari fenomena atau populasi atau kondisi umum dengan lebih mendalam. Studi kasus ini sering disebut juga studi kasus majemuk, atau studi kasus komparatif karena menyangkut kasus majemuk dengan fokus baik di dalam tiap kasus maupun antar kasus.
Moleong (dalam Maulana, 2004) menyebutkan studi kasus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Partikularistik, studi yang memfokuskan pada hal-hal khusus, suatu program atau suatu fenomena seperti seseorang, keluarga, sebuah kantor, sebuah perusahaan, suatu kelas, kelompok maupun organisasi.
  2. Naturalistik, studi kasus yang membahas tentang orang-orang sebenarnya atau situasi yang terbanyak dari proses mengumpulan data dilakukan dalam situasi sebenarnya.
  3. Data uraian rinci, dalam hal ini sumber studi kasus termasuk pengamat berperan serta atau tidak berperan serta. Wawancara, sumber historis dan naratif, sumber tertulis, seperti jurnal dan buku harian.
  4. Induktif, hampir sebagian besar dari studi kasus ini bergantung pada alasan induktif. Konsep generalisasi, hipotesis yang muncul dari penyajian data-data berasal dari suatu konteks tertentu.
  5. Heuristik, studi kasus membawa pembaca pada pemahaman tentang fenomena yang diteliti.

B. Subjek Penelitian

Sarantakos (dalam Poerwandari, 1998) mengemukakan bahwa untuk prosedur pengambilan dalam penelitian kualitatif umumnya menampilkan karakteristik antara lain:
  1. Diarahkan tidak ada pada jumlah sampel yang besar, melainkan pada kasus-kasus yang tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian.
  2. Tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik dalam hal jumlah maupun karakteristik sampelnya, sesuai dengan pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian.
  3. Tidak diarahkan pada keterwakilan melainkan pada kecocokan konteks.

C.    Tahap-tahap Penelitian


Adapun tahap persiapan dan pelaksanaan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi, yaitu :
1.      Tahap Persiapan Penelitian.
Peneliti membuat pedoman wawancara yang disusun berdasarkan beberapa teori-teori yang relevan dengan masalah. Pedoman wawancara ini berisi pertanyaan-pertanyaan mendasar yang nantinya akan berkembang dalam wawancara. Pedoman wawancara yang telah disusun, ditunjukkan kepada yang lebih ahli dalam hal ini adalah pembimbing penelitian untuk mencapai masukan mengenai isi pedoman wawancara. Setelah mendapat masukan dari koreksi dari pembimbing, peneliti membuat perbaikan terhadap pedoman wawancara dan menyiapkan diri untuk melakukan wawancara.
Kemudian peneliti mencari calon subjek yang sesuai dengan karakteristik subjek penelitian. Peneliti bermaksud untuk mendapatkan data dan subjek yang sesuai untuk tujuan penelitian ini dengan mencari subjek sendiri maupun dengan bantuan dari orang lain. Setelah mendapatkan subjek yang bersedia untuk diwawancara, kemudian peneliti membuat kesepakatan dengan subjek tersebut mengenai waktu dan tempat untuk melakukan wawancara.
2.      Tahap Pelaksanaan Penelitian.
Sebelum melaksanakan wawancara, peneliti mempelajari informasi yang ada menyangkut latar belakang subjek, sehingga pada saat wawancara peneliti sudah mempunyai sedikit gambaran mengenai subjek.
Selanjutnya peneliti memindahkan hasil rekaman berdasarkan hasil wawancara kedalam bentuk verbatim tertulis. Kemudian peneliti melakukan analisis data dan interprestasi data sesuai dengan langkah-langkah yang dijabarkan pada bagian metode analisis data di atas. Setelah itu membuat diskusi dan kesimpulan dari hasil penelitian. Kemudian hasil diskusi dari kesimpulan yang telah dilakukan, peneliti mengajukan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.

D. Teknik Pengumpulan Data

1.      Observasi.
Observasi secara harfiah diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara teliti dan sistematis atas gejala-gejala (fenomena) yang sedang diteliti (Soeratno, 1987).
Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki (Narbuko & Achmadi, 2004).
Menurut Sukandarrumidi (2002) observasi adalah pengamatan dan pencatatan suatu objek denga sistematika fenomena yang diselidiki.
Menurut Yehoda (dalam Narbuko&Achmadi, 2004) menjelaskan bahwa pengamatan akan menjadi alat pengumpulan data yang baik apabila :
  1. Mengabdi kepada tujuan penelitian.
  2. Direncanakan secara sistematik.
  3. Dicatat dan dihubungkan dengan proposisi-proposisi yang umum.
  4. Dapat dicek dan dikontrol validitas, reliabilitas dan ketelitiannya.
Beberapa jenis observasi yang lazim digunakan untuk alat pengumpulan data menurut Sukandarrumidi (2002)  sebagai berikut :
1). Observasi partisipan.
Dalam hal ini observer terlibat langsung dan ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh subjek yang diamati. Peneliti seolah-olah merupakan bagian dari mereka. Selama peneliti terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh subjek, ia harus tetap waspada untuk tetap mengamati kemunculan tingkah laku tertentu.
2). Observasi nonpartisipan.
Dalam hal ini peneliti berada diluar subjek yang diamati dan tidak ikut dalam kegiatan – kegiatan yang mereka lakukan. Dengan demikian peneliti akan lebih leluasa mengamati kemunculan tingkah laku yang terjadi.
3). Observasi sistematik.
Peneliti telah membuat kerangka yang memuat faktor – faktor yang telah diatur terlebih dahulu.
Kendala yang dihadapi adalah:
a.       Ruang lingkup yang lebiih sempit, kesempatan atau waktu sangat pendek.
b.      Memerlukan observer banyak, dengan tugas khusus.
c.       Mempergunakan alat pencatat mekanik (tustel, tape recorder, video camera).
4). Apabila situasi dan kondisi observer dikendalikan.
Didalam pelaksanaannya beberapa hal yang perlu dipertimbangkan :
a.       Observer dihadapkan pada situasi perangsang yang dibuat seragam untuk semua   observer.
b.      Situasi tersebut dibuat sedemikian rupa untuk memungkinkan timbulnya variasi tingkah laku yang diamati oleh observer.
c.       Situasi dibuat sedemikian rupa sehingga observee tidak mengetahui maksud yang sebenarnya dari observasi.
d.      Observer atau alat pencatat mengadakan aksi – reaksi, bukan hanya jumlah aksi – reaksi semata – mata.

  1. Alat – alat observasi.
Menurut Narbuko & Achmadi (2004 ) pada dasarnya macam alat observasi adalah sebagai berikut :
1.      Anecdotal Record.
Anecdotal Record yang juga disebut daftar riwayat kelakuan adalah catatan – catatan yang dibuat oleh peneliti mengenai kelakuan – kelakuan luar biasa yang dianggap penting oleh peneliti.
Dalam pelaksanaanya, pencatatan harus dilakukan secepat – cepatnya seperti apa adanya baik oleh peneliti sendiri atau orang lain yang dipercayainya.
2.      Catatan Berkala.
Dalam catatan ini, peneliti tidak mencatat macam – macam kejadian khusus, melainkan hanya pada waktu – waktu tertentu saja, oleh karena itu data yag dicatat kurang lengkap dan banyak yang dilupakan oleh observer. Akibatnya hasilnya kurang dapat dipercaya.
3.      Check List.
Check list yaitu daftar yang berisi nama-nama subjek dan faktor – faktor yang hendak diselidiki, yang bermaksud mensistematiskan catatan observasi, alat ini lebih memungkinkan peneliti memperoleh data yang meyakinkan dibidang lain. Sebab faktor – faktor yang akan diteliti sudah dicatat dalam daftar isian, peneliti tinggal memberikan tanda (check) pada blanko itu untuk tiap subjek yang diobservasi. Karena itu alat itu disukai para peneliti. 
4.      Rating Scale.
Pencatatan dengan rating scale adalah mencatat gejala menurut tingkat – tingkatnya, alat ini digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai keadaan subjek menurut tingkatnya. Ia merupakan kriteria dan sumber yang penting dalam penelitian.
Ada kemungkinan kelemahan yang muncul dari penggunaan alat ini yaitu terjadi :
a.       Halo Effects, yaitu kesesatan jika observer dalam pencatatan terpikat oleh kesan – kesan umum yang baik pada observees, sedang ia tidak menyelidiki kesan – kesan umum itu.
b.      General Effects, yaitu kesesatan yang terjadi karena keinginan untuk berbuat baik, jadi dalam catatan ditambah atau dikurangi tidak seperti yang sebenarnya terjadi.
c.       Carey Over Effects, terjadi jika pencatatan tidak dapat memisahkan satu gejala dari  yang lain, dan jika gejala yang satu kelihatan baik, yang lan ikut dicatat baik.
5.      Mechanical Devices
Yaitu observasi yang menggunakan alat – alat mekanik sebab lebih praktis dan efektif. Misalnya menggunakan foto.
Keuntungan penggunaan alat ini adalah :
a.       Dapat diputar lagi sewaktu dibutuhkan.
b.      Dapat diputar lambat – lambat sehingga yakin untuk diteliti.
c.       Memberi sumbangan berharga kepada perancang penelitian.
d.      Melatih observer untuk berbuat cermat. 

  1. Kekurangan dan kelebihan observasi
Menurut Narbuko & Achmadi ( 2004 ) Observasi memiliki kekurangan dan kelebihan yaitu sebagai berikut
1.      Kekurangannya
a.       Banyak kejadian – kejadian yang tidak dapat dicapai dengan observasi langsung, misalnya kehidupan pribadi seseorang yang sangat rahasia.
b.      Bila observee tahu bahwa dia sedang diteliti, maka mereka akan menunjukan sikap, atau sengaja menimbulkan kesan yang lebih baik ataupun lebih jelek terhadap observer.
c.       Setiap kejadian tidak selalu dapat diramalkan sebelumnya, sehingga menyulitkan observer. Demikian pula untuk menunggu timbulnya reaksi yang dibuat seringkali tidak dapat secara spontan, bahkan kadang – kadang harus menunggu waktu yang panjang sekali, sehingga membosankan.
d.      Sering kali tugas observasi terganggu, karena adanya peristiwa – peristiwa yang tidak diduga – duga terlebih dahulu , misalnya keadaan cuaca buruk dan lain – lain.
e.       Observer serikali mengalami kesulitan di dalam mengumpulkan bahan – bahan yang diperlukan, karena kejadian – kejadian itu adakalanya berlangsung bertahun – bertahun, tetapi adakalanya sangat pendek waktu berlangsungnya kejadian itu, bahkan ada pula yang terjadi serempak dibeberapa tempat.
2.   kelebihannya
a.       Observasi merupakan alat yang langsung untuk meneliti bermacam – macam gejala. Banyak aspek – aspek tingkah laku manusia yang hanya dapat diamati melalui observasi langsung.
b.      Bagi seseorang yang selalu sibuk, lebih tidak keberatan untuk diamat – amati, daripada mengisi jawaban – jawaban dalam kuesioner.
c.       Dapat mencatat secara serempak dengan terjadinya sesuatu gejala.
Dalam penelitian, peneliti menggunakan teknik observasi nonpartisipan karena peneliti berada diluar subjek yang diamati dan tidak ikut dalam kegiatan – kegiatan yang mereka lakukan. Dengan demikian peneliti akan lebih leluasa mengamati kemunculan tingkah laku yang terjadi.

2.      Wawancara
Menurut Prabowo ( 1998 ) wawancara adalah dialog yang dirancang untuk memperoleh informasi yang dapat dikualifikasikan.
Wawancara ( interview ) merupakan salah satu pengumpulan data dengan cara bertanya jawab langsung berhadap – hadapan dengan responden ( Soeratno, 1987 ).
Menurut Moleong ( 2004 ) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara ( interviewer ) yang mengajukan pertanyan dan yang di wawancarai ( interviwee ) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Menurut Najir ( 1983 ) wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara sipenanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide ( panduan wawancara ).
Sedangkan menurut Poerwandari ( 1998 ) wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Patton ( dalam Moleong, 2004 ) ada bermacam – macam cara pembagian jenis wawancara, yaitu :
a.       Wawancara pembicaraan informal.
Pada jenis wawancara ini pertanyaan yang diajukan sangat bergantung pada pewawancara itu sendiri, jadi bergantung pada spontanitasnya dalam mengajukan pertanyaan kepada yang di wawancarai. Wawancara demikian dilakukan pada latar alamiah. Hubungan pewawancara dengan yang diwawancarai adalah dalam suasana biasa, wajar, sedangkan pertanyaan dan jawabannya berjalan seperti pembicaraan biasa dalam kehidupan sehari – hari saja. Sewaktu pembicaraan berjalan, yang diwawancarai malah tidak mengetahui atau tidak menyadari bahwa sedang di wawancarai.
b.      Pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara.
Jenis wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok – pokok yang ditanyakan dalam proses wawancara. Penyusunan pokok – pokok itu dilakukan sebelum wawancara dilakukan. Pokok – pokok yanng dirumuskan tidak perlu ditanyakan secara berurutan.
c.       Wawancara baku terbuka.
Jenis wawancara ini adalah wawancara yang menggunakan seperangkat pertanyaan baku. Urutan pertanyaan, kata – katanya, dan cara penyajiannya pun sama untuk setiap responden. Wawancara jenis ini bermanfaat dilakukan apabila pewawancara ada beberapa orang dan yang diwawancarai cukup banyak jumlahnya.
Sedangkan pembagian jenis wawancara menurut Guba & Lincoln (dalam Moleong, 2004) adalah sebagai berikut :
a.       Wawancara oleh Tim atau Panel.
Wawancara oleh tim berarti wawancara dilakukan tidak hanya oleh satu orang, tetapi oleh dua orang lebih terhadap seseorang yang diwawancarai. Jika cara ini dilakukan, hendaknya pada awalnya sudah dimintakan kesepakatan dan persetujuan dari yang diwawancarai, apakah ia tidak keberatan diwawancarai oleh dua orang. Di pihak lain, seseorang pewawancara dapat saja memperhadapkan dua orang atau lebih yang diwawancarai sekaligus, yang dalam hal ini dinamakan panel.
b.      Wawancara tertutup dan terbuka.
Pada wawancara tertutup biasanya yang diwawancarai tidak mengetahui dan tidak menyadari bahwa mereka diwawancarai. Mereka tidak mengetahui tujuan wawancara. Cara demikian tidak terlalu sesuai dengan penelitian kualitatif yang biasanya berpandangan terbuka. Jadi, dalam penelitian kualitatif sebaiknya digunakan wawancara terbuka yang para subjeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud wawancara itu.
c.       Wawancara Riwayat secara lisan.
Jenis ini adalah wawancara terhadap orang – orang yang pernah membuat sejarah atau yang telah membuat karya ilmiah, sosial, pembangunan, perdamaian, dan sebagainya. Maksud wawancara ini adalah untuk mengungkapkan riwayat hidup, pekerjaannya, kesenangannya, ketekunannya, pergaulannya, dan lain – lain. Wawancara semacam ini dilakukan sedemikian rupa sehingga  yang di wawancarai berbicara terus – menerus, sedangakan pewawancara duduk mendengarkan dengan baik diselingi dengan sekali – kali mengajukan pertanyaan.
  1. Wawancara terstruktur  dan wawancara tak terstruktur.
Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan – pertanyaan yang akan diajukan. Peneliti yang menggunakan jenis wawancara ini bertujuan mencari jawaban terhadap hipotesis. Jenis ini dilakukan pada situasi jika sejumlah sampel yang representatif ditanyai dengan pertanyaan yang sama dan hal ini penting sekali.
Wawancara tak terstruktur merupakan wawancara yang berbeda dengan yag terstruktur. Cirinya kurang di interupsi dan arbiter. Wawancara semacam ini digunakan untuk menemukan informasi yang bukan baku atau informasi tunggal. Hasil wawancara semacam ini menekankan kekecualian, penyimpangan, penafsiran yang tidak lazim, penafsiran kembali, pendekatan baru, pandangan ahli, atau perspektif tunggal.
Dalam penelitian, peneliti menggunakan teknik wawancara terbuka dimana para subjek tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud wawancara itu serta menggunakan petunjuk umum wawancara yang mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok – pokok yang ditanyakan dalam proses wawancara.

E. Alat Bantu Penelitian

            Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa alat bantu dalam mengumpulkan data penelitian, yaitu :
  1. Alat-alat tulis, seperti ; pulpen, pensil, dan kertas untuk mencatat observasi.
Alat tulis yang digunakan adalah buku tulis, pensil, pulpen, dan penghapus. Dengan tujuan untuk mencatat semua data dan informasi dalam penelitian.
2.   Tape Recorder.
Alat bantu ini diguanakan untuk merekam semua pertanyaan dan jawaban yangn diberikan subjek agar dapat menghemat waktu sehingga subjek tidak bosan menunggu peneliti dalam menulis jawaban. Alat perekam ini baru digunakan setelah mendapat izin dari subjek.
  1. Buku catatan observasi, berupa notes untuk mencatat hal-hal yang penting selama wawancara, selain itu untuk mencatat hasil observasi terhadap jalannya wawancara.
  2. Panduan wawancara.
Panduan ini dimaksudkan untuk mempermudah peneliti dalam memberikan pertanyaan. Penduan ini berisi hal – hal pokok pertanyaan yang dibuat peneliti agar apa yang ingin diketahui peneliti tidak terlewatkan.

F.     Keakuratan Penelitian
Menurut Moleong ( 2004 ) triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.  Teknik yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lainnya.
Denzin dalam moleong ( 2004 ) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfatkan pengunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.
Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.
Pada triangulasi dengan metode, menurut Patton dalam Moleong ( 2004 ), terdapat dua strategi, yaitu : (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data, dan (2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.
Teknik triangulasi yang ketiga ialah dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayan data. Pemanfaatan pengamat lainnya membantu mengurangi kemencengan dalam pengumpulan data. Pada dasarnya pengamatan suatu tim penelitian dapat direalisasikan dilihat dari segi teknik ini. Cara ini ialah membandingkan hasil pekerjaan seorang analisis dengan analis lainnya.
Triangulasi dengan teori, menurut Lincoln dan Guba dalam Moleong ( 2004 ), berdasarkan anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori.

G.    Teknik Analisis Data
Menurut Patton dalam Moleong (2004) analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar
 Sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Tujuan analisis data adalah menemukan makna dalam informasi yang dikumpulkan. Analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi (Miles dan Huberman, 1992).
  1. Reduksi data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan ( Miles dan Huberman, 1992 ). Reduksi data berlangsung terus-menerus selama penelitian kualitatif berlangsung. Bahkan sebelum data benar-benar terkumpul, antisipasi akan adanya data sudah muncul ketika peneliti memutuskan kerangka konseptual wilayah penelitian, permasalahan penelitian, dan pendekatan data yang dipilihnya. Reduksi data merupakan bagian dari analisis. Pilihan-pilihan peneliti tentang bagian mana yang dikode, mana yang dibuang, pola-pola mana yang meringkas sejumlah bagian yang tersebar, cerita-cerita apa saja yang sedang berkembang, semuanya merupakan pilihan-pilihan analitis. Reduksi data merupakan merupakan suatu bentuk analitis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan akhir dapat ditarik dan diverifikasi    ( Miles dan Huberman, 1992 ).
Koding atau membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi dan mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari. Dengan demikian, peneliti akan dapat menemukan makna dari data yang dikumpulkannya (Poerwandari, 1998). Secara praktis dan efektif, langkah awal koding dapat dilakukan melalui :
a.       Peneliti menyusun transkrip verbatim (kata demi kata) atau catatan lapangannya sedemikian rupa sehingga ada kolom kosong yang cukup besar disebelah kiri dan kanan transkrip untuk membubuhkan kode-kode atau catatan-catatan tertentu diatas transkrip tersebut.
b.      Peneliti secara urut dan kontinyu melakukan penomoran pada baris-baris transkrip atau catatan lapangan tersebut.
c.       Peneliti memberikan nama dengan kode tertentu dan membubuhkan tanggal.
Setelah langkah awal ini dilakukan, langkah selanjutnya adalah :
a.       Membaca transkrip, setelah transkrip selesai dibuat untuk mengidentifikasikan kemungkinan tema-tema yang muncul.
b.      Membaca transkrip berulang-ulang sebelum melakukan koding untuk memperoleh ide umum tentang tema sekaligus untuk menghindari kesulitan mengambil kesimpulan.
c.       Selalu membawa buku catatan, komputer, atau perekam untuk mencatat pemikiran-pemikiran analitis yang secara spontan muncul.
d.      Membaca kembali data dan catatan analisis secara teratur dan secara disiplin segera menuliskan tambahan-tambahan pemikiran, pertanyaan-pertanyaan, dan insight, begitu hal tersebut muncul.

  1. Penyajian data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adaya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan ( Miles dan Huberman, 1992 ). Setelah wawancara dilakukan, selain menulis verbatim dan melakukan pengkodean, penulis juga membuat analytical file ( catatan analitis ). Catatan analitis dapat diorganisasikan seputar beberapa wilayah topik. Pertama, catatan analitis dapat meliputi garis besar topik yang didiskusikan dalam setiap wawancara dan perubahan pada pedoman wawancara selama pelaksanaan penelitian.
Kegunaannya adalah membantu penulis mempertahankan catatan tentang permasalahan-permasalahan yang muncul selama wawancara dan mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang tidak termasuk dan melakukan follow up terhadap permasalahan yang diungkapkan oleh subjek. Catatan seperti ini membantu penulis untuk melakukan wawancara berikutnya. Kedua, catatan meliputi penelitian kritis dari pertanyaan penelitian yang ditanyakan dan bagaimana pertanyaan ini berubah ketika data dikumpulkan. Penulis terjun kelapangan dengan pertanyaan yang bersifat umum dan sama. Seiring dengan berlangsungnya wawancara, peneliti banyak mendapatkan insight dari jawaban-jawaban subjek sehingga pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi lebih kaya dan terfokus. Hal ini terutama terkait dengan keunikan life history subjek dan pola pikir mereka dalam menjawab setiap pertanyaan.
  1. Penarikan kesimpulan
Sejak awal pengumpulan data, peneliti mulai mencari makna dari data yang dikumpulkan, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, alur sebab akibat yang mungkin dan proposisi. Mula-mula belum jelas, namun kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh ( Glaser dan Strauss, dalam Miles dan Huberman, 1992 ). Kesimpulan-kesimpulan akhir mungkin tidak muncul sampai pengumpulan data berakhir, tergantung pada besarnya kumpulan catatan lapangan, pengkodeannya, penyimpanan, dan metode-metode pencarian ulang yang digunakan, dan kecakapan peneliti.
Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu saat melakukan analisis banding antar kasus, dan analisis kesesuaian pola (pattern matching). Analisis kesesuaian pola dilakukan dengan cara membandingkan proposisi teoritis dengan data empiris yang diperoleh dari hasil wawancara. Jika terdapat kesesuaian antara proposisi teoritis dengan data empiris maka kesesuaian tersebut akan meningkatkan validitas internal dari studi kasus yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
Kompasiana. 2010. Karakteristik dan Perbedaan Individu. http://edukasi.kompasiana.com/2010/09/01/karakteristik-dan-perbedaan-individu/. 12 februari 2011.
Kusuma, Afandi. 2009. Lingkungan hidup, Kerusakan lingkungan, Pengertian, Kerusakan Lingkungan dan pelestarian. http://afand.abatasa.com/post/detail/2405/linkungan-hidup-kerusakan-lingkungan-pengertian-kerusakan-lingkungan-dan-pelestarian-. 12 Februari 2011.
Yukez. 2009. Defenisi Lingkungan hidup. http://yukez.wordpress.com/2009/02/12/definisi-lingkungan-hidup/. 12 februari 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar